PRESENTASI
TEORI BELAJAR
BEHAVIORISTIK
Nama : Melda Wati Manik
Semester
:IV (Empat).
Mata Kuliah :
Teori Belajar Pak Anak
Dosen : Estherina Andi Juniva M.Pd.K
A.
LATAR BELAKANG
TEORI –TEORI BELAJAR PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK
Beberapa teori dari psikologi behavioristik dikemukakan oleh para psikolog
Mereka ini sering disebut “contrmporary behaviorists” atau disebut “S-R
Psychologists.” Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan
oleh ganjaran ( reward) atau penguatan ( reinforcement) dan lingkungan. Dengan
demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara
reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasinya.
Guru-Guru yang menganut pandangan ini berpendapat, bahwa tingkah laku
murid-muridmerupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu
dan masa sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku adalah merupakan hasil
belajar.
A. PERUMUSAN MASALAH
Setelah mengkaji latar
belakang diatas, dapat diambil beberapa perumusan masalah sebagian kajian dari
pembuatan makalah ini yakni diantaranya :
Apa yang dimaksud
dengan teori belajar Behavioristik ?
Apa Tujuan Pembelajaran
Behavioristik ?
Apa pandangan para Ahli
mengenai teori belajar Behavioristik
Bagaimana aplikasi dari
teori belajar Behavioristik
A.TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan
makalah ini untuk memenuhi persyaratan Yaitu :
Untuk mempelajari suatu
makna untuk teori belajar Behavioristik
Untuk mempelajari
pembentukan Hubungan Stimulus Respons melalui proses Conditioning atau teori belajar
behavioristik.
Untuk memenuhi Latar
Belakang dan perumusan Masalah dalam Mata Kuliah teori belajar Pak Anak.
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep teori belajar
behavioristik Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata
lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Misalnya, seorang guru
mengajari siswanya membaca, dalam proses pembelajaran guru dan siswa
benar-benar dalam situasi belajar yang diinginkan, walaupun pada akhirnya hasil
yang dicapai belum maksimal. Namun, jika terjadi perubahan terhadap siswa yang
awalnya tidak bisa membaca menjadi membaca tetapi masih terbata-bata, maka
perubahan inilah yang dimaksud dengan belajar. Contoh lain misalnya, anak belum
dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunyapun
sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat
mempraktekkan perhitungan
perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukkan
prilaku sebagai hasil belajar. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan
atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons.
Dalam contoh di atas, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa
misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja atau cara-cara tertentu,
untuk membantu belajar siswa, sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan
siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Dalam teori ini
tingkah laku dalam belajar akan berubah apabila ada stimulus dan respons.
Stimulus dapat berupa perlakuan yang diberikan kepada siswa, sedangkan respons
berupa tingkah laku yang terjadi pada siswa. Menurut teori behaviorisme, apa
yang terjadi diantara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan
karena tidak dapat diamati dan dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati
hanyalah stimulus dan respons. Oleh karena itu, apa saja yang diberikan guru
(stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons), semuanya harus dapat
diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran
behavior adalah faktor pengutan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang
dapat memperkuat timbulnya respon bila pengutan ditambahkan maka respon semakin
kuat. Begitu juga bila pengutan dikurangi respon pun akan tetap dikuatkan.
Misalnya, ketika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya
ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas
tersebut merupakan penguat positif (positive reinforcement) dalam brlajar. Bila tugas-tugas dikurangi
dan pengurangan itu justru meningkatkan aktifitas belajarnya, maka pengurangan
tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) dalam belajar. Jadi
penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan atau dikurangi
untuk memungkinkan terjadinya respon. Ivan Pavlov. Dari penelitian bersama
kolegnya, Ivan Pavlov mendapat Nobel. Ivan Pavlov melakukan eksperimen terhadap
anjing, Pavlov melihat selama penelitian ada perubahan dalam waktu dan
rata-rata keluarnya air liur pada anjing (salivation). Pavlov mengamati, jika
daging diletakkan dekat mulut anjing yang lapar, anjing akan mengeluarkan air
liur. Hal ini terjadi karena daging telah menyebabkan rangsangan pada anjing,
sehingga secara otomatis ia mengeluarkan air liur. Walau pun tanpa latihan atau
dikondisikan sebelumnya, anjing pasti akan mengeluarkan air liur jika
dihadapkan pada daging. Dalm percobaan ini, daging disebut dengan stimulus yang
tidak dikondisikan (unconditionied stimulus). Dan karena salvia itu terjadi
secara otomatis pada saat daging diletakkan di dekat anjing tanpa latihan atau
pengkondisian, maka keluarnya salvia pada anjing tersebut dinamakan sebagai
respon yang tidak dikondisikan (unresponse conditioning). Kalau daging dapat
menimbulkan salvia pada anjing tanpa latihan atau pengalaman sebelumnya, maka
stimulus lain, seperti bel, tidak dapat menghasilkan selvia. Karena stimulus
tersebut tidak menghasilkan respon, maka stimulus (bel) tersebut disebut dengan
stimulus netral (neutral stimulus). Menurut eksperimen Palvo, jika stimulus
netral dipasngkan dengan daging dan
dilakukan secara berulang, maka stimulus netral akan berubah menjadi stimulus
yang dikondisikan (conditioning stimulus) dan memiliki kekuatan yang sama untuk
mengarahkan respon anjing seperti ketika ia melihat daging. Oleh karena itu,
bunyi bel sendiri akan dapat menyebabkan anjing akan mengeluarkan selvia.
Proses ini dinamakan classical conditioning. Bila ditelusuri, Pavlov yang pada
saat ini meneliti anjingnya sendiri, melihat bahwa bubuk daging membuat seekor
anjing mengeluarkan air liur. Maka yang dilakukan pavlvo adalah sebelum
memberikan bubuk daging itu ada membunyikan bel terlebih dahulu. Setelah
dilakukan beberapa kali pengulangan, maka anjing itu akan mengeluarkan air
liurnya setelah mendengar bel berbunyi, meski tidak diberikan daging lagi.
Kesimpulkan dari penelitian pavlov bahwa: · Anjing belajar
dari kebiasaan. · Dengan pengulangan bunyi bel sehingga
mengeluarkan air liur. · Bunyi bel merupakan stimulus yang
akhirnya akan menghasilkan respon bersyarat. · Bunyi bel yang
pada mulanya netral tetapi setelah disertai mediasi berupa bubuk daging,
lama-kelamaan berubah menjadi daya yang mampu membangkitkan respon. Berdasarkan
hasil eksperimen itu Pavlov menyimpulkan bahwa hasil eksperimennya juga dapat
diterapkan pada manusia untuk belajar. Impilkasi hasil eksperimen tersebut pada
belajar manusia adalah: · Belajar adalah membentuk asosiasi
antara stimulus respon secara selektif. · Proses belajar
akan berlangsung apabila diberi stimulus bersyarat. ·
Prinsip belajar pada dasarnya merupakan untaian stimulus-respon. ·
Menyangkal adanya kemampuan bawaan. · Adanya clasical
conditioning. Eksperimen Pavlov tersebut kemudian dikembangkan oleh pengikutnya
yaitu BF. Skinner (1933) dan hasilnya dipublikasikan dengan judul Behavior
Organism. Prinsip-prinsip kondisioning klasik ini dapat diterapkan di dalam
kelas. Woolfolk dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007), menyatakan sebagai
berikut: 1. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas
belajar, misalnya menekankan kepada kerja sama, dan kompitisi antar kelompok
individu. Membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan dengan menciptakan
ruang baca yang nyaman dan enak serta menarik dan lain sebagainya.
Membantu siswa mengatasi secara
bebas dan sukses situasi-situasi yang mencemaskan atau menekan, misalnya:
mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkan siswa lain cara memahami materi
pelajaran, membuat tahap jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang,
misalnya dengan memberikan tes harian, mingguan, agar siswa dapat menyimpan apa
yang dipelajari dengan baik. 3. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan
persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka dapat membedakan dan
menggeneralisasikan s`ecara tepat. Misalnya, meyakinkan siswa yang cemas ketika
menghadapi ujian masuk sekolah yang lebih tinggi tingkatannya atau perguruan
tiggi, bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes akademik lainnya yang pernah
mereka lakukan. 2. Edward LeeThorndike Edward Lee Thorndike adalah seorang
pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan Amerika. Edward awalnya melakukan
penelitian tentang prilaku binatang sebelum tertarik pada psikologi manusia.
dan pertama kali mengadakan eksperimen hubungan stimulus dan respon dengan
hewan kucing melalui prosedur yang sistematis. Ekseperimennya yaitu: a. Kucing
yang lapar dimasukkan ke dalam kotak kerangkeng (puzzle box) yang dilengkapi
pembuka bila disentuh. b. Di luar diletakkan daging. Kucing dalam kerangkang
bergerak kesana kemari mencari jalan keluar, tetapi gagal. Kucing terus
melakukan usaha dan gagal, keadaan ini berlangsung terus-menerus. c. Tak lama
kemudian kucing tanpa sengaja menekan tombol sehingga tanpa sengaja pintu kotak
kerangkeng terbuka dan kucing dapat memakan daging di depannya. Percobaan
Thorndike tersebut diulang-ulang dan pola gerakan kucing sama saja namun makin
lama kucing dapat membuka pintunya. Gerakan usahanya makin sedikit dan efisien.
Pada kucing tadi terlihat ada kemajuan-kemajuan tingkah lakunya. Dan akhirnya
kucing dimasukkan dalam box terus dpat menyentuh tombol pembuka (sekali usaha,
sekali terbuka), hingga pintu terbuka. Thorndike menyatakan bahwa prilaku
belajar manusia ditentukan oleh stimulus yang ada di lingkungan sehingga
menimbulkan respon secara refleks. Stimulus yang terjadi setelah sebuah prilaku
terjadi akan mempengaruhi prilaku selanjutnya. Dari eksperimen ini Thorndike
telah mengembangkan hukum Law Effect. Ini berarti jika sebuah tindakan diikuti
oleh sebuah perubahan yang memuskan dalam lingkungan, maka kemungkinan tindakan
itu akan diulang kembali akan semakin meningkat. Sebaliknya jika sebuah
tindakan diikuti oleh perubahan yang tidak memuaskan, maka tindakan itu menurun atau tidak
dilakukan sama sekali. Dengan kata lain, konsekuen-konsekuen dari prilaku
sesorang akan memainkan peran penting bagi terjadinya prilaku-prilaku yang akan
datang. Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta
didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan
dan tindakan. Dari definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike perubahan
tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat brwujud kongkrit yaitu yang
dapat diamati, atau yang tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati. 3.
Burrhus Frederic Skinner Skinner dilahirkan pada 20 Mei 1904 di Susquehanna
Pennylvania, Amerika Serikat. Masa kanak-kanaknya dilalui dengan kehidupan yang
penuh dengan kehangatan namun, cukup ketat dan disiplin.meraih sarjana muda di
Hamilton Colladge, New York, dalam bidang sastra Inggris. Pada tahun 1928,
Skinner mulai memasuki kuliah psikologi di Universitas Harvard dengan
mengkhususkan diri pada bidang tingkah laku hewan dan meraih doktor pada tahun
1931. Dari tahun 1931 hingga1936, Skinner bekerja di Harvard. Penelitian yang
dilakukannya difokuskan pada penelitian menegenai sistem syaraf hewan. Pada
tahun 1936 sampai 1945, Skinner meneliti karirnya sebagai tenaga pengajar pada
universitas Mingoesta. Dalam karirnya Skinner menunjukkan produktivitasnya yang
tinggi sehingga ia dikukuhkan sebagai pemimpin Brhaviorisme yang terkemuka di
Amerika Serikat. Skinner merupakan seorang tokoh behavioris yang meyakini bahwa
perilaku individu dikontrol melalui proses operant conditioning dimana
seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian
reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar. Menagement
kelas menurut skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara
lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang
diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat. Operant
Conditioningadalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau
negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau
menghilang sesuai dengan keinginan. Teori belajar behaviorisme ini telah lama
dianut oleh para guru dan pendidik, namun dari semua pendukuung teori ini,
teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori
belajar Behaviorisme. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar
yang dikemukakan oleh skinner Menurut skinner – berdasarkan percobaanya terhadap
tikus dan burung merpati – unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan.
Maksudnya adalah penguatan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan
semakin kuat bila diberi penguatan ( penguatan positif dan penguatan negatif).
Bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Sedangkan
bentuk penguatan negatif adalah antara lain menunda atau tidak memberi
penghargaan, memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Skinner tidak sependapat pada asumsi yang dikemukakan Guthrie bahwa hukuman
memegang peranan penting dalam proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan menurut
skinner : 1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat
sementara. 2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi
bagian dari jiwa terhukum) bila hukuman berlangsung lama. 3. Hukuman mendorong
si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari
hukuman. 4. Hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang
kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan pertama yang diperbuatnya. Skinner
lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif
tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus
diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon
yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi
agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seseorang siswa perlu
dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan
kesalahan, maka hukumannya harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak
mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah
ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahnnya, maka
inilah yang disebut penganut negatif. Lawan dari penganut negatif adalah
penguat positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat
respon.
bedanya adalah bahwa penguat positif itu ditambah, sedangkan penganut
negatif adalah dikurangi untuk memperkuat respon. 4. Edwin Ray Guthrie Edwin
Ray Guthrie adalah seorang penemu teori kontinguiti yaitu gabungan stimulus-
stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan
diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan
stimulus respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi
karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan
tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan hanya sekedar melindungi hasil
belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang
baru. Teori guthrie ini mengatakan bahwa hubungan stimulus dan respon bersifat
sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar, peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stumulus dan respon bersifat lebih kuat
dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan
penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan
mampu mengubah tingkah laku seseorang. Salah asatu eksperimen Guthrie untuk
mendukung teori kontiguitas adalah percobaannya terhadap kucing yang dimasukkan
ke dalam kotak puzle. Kemudian kucing tersebut berusaha keluar. Kotak
dilengkapai dengan alat yang bila disentuh dapat membuka kotak puzle tersebut.
Selain itu, kotak tersebut juga dilengkapi dengan alat yang dapat merekam
gerakan- gerakan kucing di dalam kotak. Alat tersebut menunjukkan bahwa kucing
telah belajar mengulang gerakan-gerakan sama yang diasosiasikan dengan
gerakan-gerakan sebelumnya ketika dia dapat keluar dari kotak tersebut. Dari
hasil eksperimen tersebut, muncul beberapa prinsip dalam teori kontiguitas,
yaitu: · Agar terjadi pembiasaan, maka organisme selalu merespon atau melakukan
sesuatau · Pada saat belajar melibatkan pembiasaan terhadap gerakan-gerakan tertentu,
oleh karena itu intruksi yang diberikan harus spesifik. · Keterbukaan terhadap berbagai stimulus yang ada
merupakan keinginan untuk menghasilkan respon secara umum. · Respon terakhir dalam belajar harus benar ketika itu
menjadi sesuatu yang akan diasosiasikan. · Asosiasi akan menjadi lebih kuat karena ada
pengulangan.
John B Watsonn adalah seorang tokoh aliran behaviorisme yang datang setelah
Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon, namun stimulus dan respo yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku
yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walupun ia
mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu
diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak
siswa itu penting. Namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang
telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati. Waston adalah seorang
behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Asumsinya
bahwa, hanya dengan cara demikianlah maka akan dapat diramalkan
perubahan-perubahan apa yang bakal terjadi setelah seseorang melakukan tindakan
belajar. Para tokoh aliran behaviorisme cenderung untuk tidak memperhatikan
hal-hal yang tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati, seperti
perubahan-perubahan mental yang terjadi ketika belajar, walaupun demikian
mereka tetap mengakui hal itu penting. berpendirian bahwa tingkah laku itu
berfungsi menjaga agar oranisasi tetap bertahan hidup. Konsep sentral dalam
teorinya berkisar pada kebutuhan biologis dan pemuas kebutuhan, hal yang
penting bagi kelangsungan hidup. Oleh Hull, kebutuhan ddikonsepkan sebagai
dorongan (drive) seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri, dan
sebagainya. Stimulus yang disebut stimulus dorongan dikaitkan dengan dorongan
primer dan karena itu mendorong timbulnya tigkah laku. Sebagai contoh, stimulus
yang dikaitkan dengan rasa nyeri, seperti bunyi alat pengebor gigi, dapat
menimbulkan rasa takut, dan takut itu mendorong timbulnya tingkah laku. Teori
Hull ini, memiliki beberapa prinsip, yaitu · Dorongan merupakan hal yang penting agar terjadi
respon (siswa harus memiliki keinginan untuk belajar). · Stimulus dan respon harus dapat diketahui oleh
organisme agar pembiasaan dapat terjadi (siswa harus mempunyai perhatian). · Respon harus dibuat agar terjadi pembiasaan (siswa
harus aktif).
Pembiasaan hanya terjadi jika reinforcement dapat melalui kebutuhan
(belajar harus dapat memenuhi keinginan siswa). Secara ringkas teori
behaviorisme yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat disempulkan bahwa:
1. Belajar adalah perubahan tingkah laku. 2. Tingkah laku tersebut harus dapat
diamati. 3. Mengikuti pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan
keluaran atau output yang berupa respon. 4. Fungsi atau fikiran adalah untuk
menciplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang
dapat dianalisis dan dipilah. 5. Pembiasaan dan latihan menjadi esensial dalam
belajar. 6. Apa yang terjadi antara stimulus dan respon dianggap tidak penting
diperhatikan karena tidak dapat diamati. 7. Yang dapat diamati hanyalah
stimulus respon. 8. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahauan
dikatagorikan sebagai kegagalan yang perlu dihukum 9. Aplikasi teori ini
menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari
dalam bentuk laporan, kuis atau tes. Penyajian materi pelajaran mengikuti
urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evalusi menekan pada
hasil, dan evaluasi menuntut jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan
bahwa siswa telah menyelesaikan belajaranya. 10. Proses belajar sangat
bergantung kepada faktor yang berada di luar dirinya, sehingga ia memerlukan
stimulus dari pengajarnya. 11. Hasil belajar banyak ditentukan oleh proses
peniruan, pengulanagn dan pengutan (reinforcement). 12. Belajar harus melalui
tahap-tahap tertentu, sedikit demi sedikit, yang mudah mendahului yang lebih
sulit.
Kelebihan serta Kekurangan Teori belajar Behavioristik
Kelebihan Teori Belajar
Behavioristik yaitu : 1. Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap
situasi dan kondisi belajar. 2. Guru tidak membiasakan memberikan ceramah
sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru
ditanyakan pada guru yang bersangkutan. 3.Mampu membentuk suatu prilaku yang
diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai
mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak. 4.Dapat
mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai
respons yang diinginkan muncul. 5. Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan
yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan,
spontanitas, dan daya tahan. 6. Teori behavioristik juga cocok diterapakan
untuk anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi
dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung. Kekurangan Teori belajar Behavioristik yaitu: · Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran
dalam bentuk yang sudah siap. · Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metode ini. · Murid berperan sebagai pendengar dalam proses
pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar
yang efektif. · Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik
justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa. · Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan
sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru. · Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru(teacher
cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang
dapat diamati dan diukur.
Teori belajar Behavioristik dalam Pembelajaran Bahasa indonesia sebagai
bahasa kedua. Para pakar Psikologi belajar bahasa penganut faham Behaviorisme
berpendapat bahwa belajar bahasa berlangsung dalam lima tahap, yaitu: a.
Trial and error b. Mengingat-ingat
c. Menirukan d. Mengasosiasikan e. Menganalogikan Dari kelima langkah tersebut
dapat disimpulkan bahwa berbahasa pada dasarnya merupakan proses pembentukan
kebiasaan. Dalam teori ini Behaviorisme, segala tingkah laku manusia menjadi
suatu prilaku berbahasa yang menjadi manifestasi stimulus dan respon yang
dilakukan terus-menerus menjadi suatu kebiasaan. Berdasarkan teori ini,
pembelajaran bahasa dilakukan dengan mendahulukan pengenalan keterampilan
mendengar dan berbicara daripada keterampilan lainnya, pemberian
latihan-latihan dan penggunaan bahasa secara aktif dan terus menerus,
penciptaan lingkungan berbahasa yang kondusif, penggunaan media pembelajaran
yang memungkinkan siswa mendengar dan berinteraksi dengan penutur asli.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada
perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para
pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program
pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan
program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat merupakan
program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Karakteristik teori behaviorisme terhadap pembelajaran bahasa diantaranya
adalah: penyajian materi lebih banyak dengan hiwar, lebih banyak melakukan
peniruan dan menghafal idiom-idiom, menyajikan satu kalimat dalam satu situasi,
tidak menyajikan strukstur nahwu secara terpisah, dan lebih baik dengan sistem
deduktif, lebih menitik beratkan pada ujaran, lebih banyak menggunakan bahasa
dalam komunikasi.
Saran
Menyadari bahwa penulis
buku behaviorisme penerbit buku B. F
Skinner belum sempurna sekali
pembelajaran pembentukan Hubungan Stimulus Respons melalui prosesConditioning
sangat tidak detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan dalam buku Behaviorisme oleh
penerbit B.F Skinner.
Budiningsih Asri. 2005. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta Rukhan Nurhadi, 1990. Dimensi-dimensi
dalam Belajar Bahasa kedua. Bandung:Sinar Baru Bandung Sagala, Syaiful. 2011.
Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung: Alfabeta. teori belajar behavioristik
penerapannya dalam pembelajaran.
Penerbit dalam buku teori belajar Behavioristik
Komentar
Posting Komentar