TUGAS PRESENTASI
Nama : Melda Wati Manik
Semester : VII ( PAK)
Mata Kuliah : Manajemen
Pendidikan
Materi : Permasalahan Pendidikan Nasional
A.
PROBLEMATIKA
PENDIDIKAN INDONESIA
Dalam memetakan masalah pendidikan,
perlu diperhatikan realitas pendidikan itu sendiri,yaitu pendidikan sebagai
sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan adalah kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek
kehidupan yang berjalan dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek eksternal yang
saling terkait satu sama lain.
Aspek politik,ekonomi,sosial
budaya,pertahanan-pertahanan, bahkan ideologi sangat erat pengaruhnya terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan,demikian pula pendidikan di dalamnya
terdiri dari berbagai perangkat yang saling memengaruhinya secara internal sehingga dalam rangkaian
proses input-outpot pendidikan, berbagai perangkat yang memegaruhinya tersebut perlu mendapatkan
jaminan mutu yang layak oleh berbagai stakeholder yang terkait.
1. Permasalahan
Pendidikan Sebagai Suatu Subsistem.
Sebagai salah satu subsisem di dalam negara pemerintahan,
keterkaitan pendidikan dengan subsistem
lainnya bahkan saling membutuhkan dan saling berketergantungan,saling
melengkapi dan bahkan semua subsistem memerlukan pendidikan.
a. Berlangsungnya
sistem ekonomi kapitalis ditengah-tengah kehidupan telah membentuk paradigma
pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk pelayanan negara
kepada rakyat-Nya yang harus disertai dengan adanya sejumlah pengorbanan
ekonomis (biaya)oleh rakyat kepada negara.pendidikan dijadikan sebagai jasa
komoditas,yang dapat diakses oleh masyarakat (para pemilik modal) yang memiliki
dana dalam jumlah besar saja.
Hal ini terlihat dalam UU Sisdiknas
No.20/2003 pasal 53 tentang Badan Hukum Pendidikan bahwa (1) Penyelenggara dan /atau satuan pendidikan formal yang
didirikan oleh pemerintah atau masyarkat berbentuk badan hukum pendidikan. (2)
Badan Hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi memebrikan pelayanan dalam
ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.Sedangkan dalam
pasal 54 disebutkan pula (1) peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi
peran serta perseorangan,kelompok,keluarga organisasi profesi,pengusaha, dan
organisasi kemasyarakatan dalam penyeleggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber,pelaksana, dan
pengguna hasil pendidikan.
Berdasarkan
pasal-pasal diatas, bahwa tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan nasional
saat ini akan dialihkan dari negara kepada masyarkat dengan mekanisme Badan Hukum Pendidikan
(BHP), yaitu adanya mekanisme Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Pada tingkat
SD-SMA dan otonomi pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Seperti halnya perusahaan,sekolah dibebaskan mencari
modal untuk diinvesataiskan dalam
operasional pendidikan.Dengan demikian,sekolah memiliki saja akan menentukan
biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya,
akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan bermutu akan
terbatasi dan masayarakat semakin
terkotak-kotak berdasarkan status sosial antara yang kaya dan miskin.
b. Berlangsungnya
kehidupan sosial yang berlandaskan sekularisme telah menyuburkan paradigma
hedoisme (hura-hura),permisivisme (serba boleh),materialistik (money
oriented),dan lainnya di dalam kehidupan masyarakt.Motif untuk menyelenggarakan
dan mengenyam pendidikan,baik oelh pemerintah maupun masyarakat,saat ini lebih
kepada tujuan untuk mendapatkan hasil-hasil materi ataupun keterampilan
hidup belaka (yang tidak dikaitkan
dengan tujuan membentuk kepribadian (akhlak) yang utuh berdasarkan pandangan
syariat Islam). Hal ini dapat dilihat dalam UU Sisdiknas No.20/2003 pasal 3 yang menunjukkan paradigma
pendidikan nasional. Dalam Bab VI Menjelaskan tentang jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan yang membedakan antara pendidikan
umum,kejuruan,akademik, profesi, vokasi, keagamaan,dan khusus. Selain itu dapat pula dilihat dalam regulasi
derivatnya seperti pp tentang SNP NO.19/2005, UU Wajib Belajar dan UU BHP.
Dalam paradigma materialistik pun
indikator keberhasilan belajar murid setelah menempuh proses pendidikan s nasional pemerintah mengukurnya berdasarkan
perolehan angka Ujian Nasional (UN) yang
dahulu disebut sebagai Evaluasi Belajar Tahap
Akhir Nasional (EBTANAS). Indikator itu pun saat ini hanya pada tiga
mata pelajaran saja,berbasis pada aspek kognitif (pengetahuan).Pemerintah (Mendiknas) menilai bahwa UN sangat tepat
untuk dijadikan alat meningkatkan mutu pendidikan. Di sisi lain, aspek
pembentukan kepribadian (akhlak) yang utuh dalam diri murid, tidak pernah
menjadi pembentukan indikator keberhasilan murid dalam menempuh suatu proses
pendidikan, sekalipun dalam sekolah yang berbasis agama (lihat standar
kompetensi dan kelulusan murid dalam PP No.19/2005).
Fenomena
pergaulan bebas dikalangan remaja (pelajar) yang diantara akibatnya
menjerumuskan pelajar pada seks bebas,terlibat narkotika, perilaku
sarkasme/kekerasan (tawuran,perpeloncoan), dan berbagai tindakan kriminal
lainnya, (pencurian,pemerkosaan,pembunuhan) yang sering kita dapatkan beritanya
dalam tayangan berita kriminal di media massa (TV dan koran khususnya),
merupakan sebuah keadaan yang
menunjukakan tidaka relevannya sistem pendidikan yang selama ini diselenggarakan dengan upaya
membetntuk manusia indonesia
yang berkpribadian dan berakhlak mulia sebagaimana dicita-citakan dalam tujuan
pendidikan nasional sendiri (pasal2 UU No. 20/2003). Sebab, kenyataannta justru
memperlihatkan kontradiksinya. Murid
mempersiapkan mereka agar dapat
lebih baik ketika menjalani kehidupan ditengah-tengah masyarkat. Namun, karena kehidupan
ditengah-tengah masyarkat secara umum
berlangsung dengan sekuler, ditambah lagi dengan proses pendidikan dalam satuan
pendidikan dalam kerangka sekularisme
juga, maka siklus ini akan semakin mengokohkan kehidupan sekularime yang makin
meluas.oleh karena itu, standar
kelulusan secara nasional bagi murid, hendaknya juga melibatkan
asseement (penilaian) terhadap aspek
kepribadian (pola pikir dan
perilaku) yang telah terbentuk dalam
individu murid berdasarkan hasil pendidikan (akhlak) disekolahnya, selain juga
assesment terhadap keterampilan yang
telah dimiliki murid untuk menempuh kehidupan di dalam masyarkat.
c. Berlangsungya
kehidupan politik yang oportunistik telah membentuk karakter politikus
Machiavelis (melakukan segala cara demi mendapatkan keuntungan) dikalangan eksekutif dan legislatif termasuk poerumusan
kebijakan pendidikan Indonesia.
Selain itu, dalam beberapa kebijakan
operasional Sisdiknas yang dikeluarkan
pemerintah ternyata kadangkala
didukung pula oleh dana yang jumlahnya tidak sedikit, meskipun dalam
implementasinya banyak yang menilai sering terjadi salah sasaran bahkan penyimpangan.
Demikianlah Uraian Problematika
pendidikan Nasional yang ditinjau dari
eksistensi-Nya sebagai suatu subsistem
(sistem cabang) ternyata erat kaitannya dengan pengaruh dari subsistem yang
lain (ekonomi,politik,sosial-budaya,ideologi, dan sebagainya). Sistem
pendidikan nasional juga merupakan
bagian dari penyelenggaraan sistem
kehidupan di Indonesia saat ini.
2. Permasalahan
Pendidikan sebagai sebuah sistem kompleks
1. Pemerataan
pendidikan
2. Kerusakan
sasaran ruang kelas
3. Kekurangan
jumlah tenaga guru
b. pengelolaan dan Efisiensi
masalah pengelolaan dan efisiensi
pendidikan diantaranya dikelompokkan berdasarkan
1. Kinerja
dan kesejahteraan Guru dan Efisisensi belum optimal
2. Porses
pembelajaram yang konvensional
3. Jumlah
dan mutu buku yang belum memadai
c. Pengelolaan
dan otonomi pendidikan
1. Penyelenggaraan
otonomi pendidikan
2. Keterbukaan
anggaran
3. Mutu
SDM P pengelolaan
d. relevansi pendidikan
1. belum menghasilkan life skil yang
sesuai
DAFTAR
PUSTAKA
Nama
Buku : Education Management ( Analisis teori dan praktek) Dr. Keithzal
Rivai, Sylviana murni , SH. PROF Dr. Bambang sudibyo, MBA. Mneteri
pendidikan Nasional. Ed. 1,-2.
Jakarta pers, 2009.
Komentar
Posting Komentar